Selasa, 04 Agustus 2015

Bijak Menentukan Uang Saku Anak

Seingat saya, pertama kali saya mendapatkan uang saku itu ketika berada dikelas 3 SD dan jumlahnya saya ingat pasti hanya 500 Rupiah sajaahhh perharinya. hihihiii... dikit banget yaaa?? ember cyinnn... tahun segitu itu juga udah dikit kok, apalagi sewaktu SD saya bersekolah di tempat yang boleh dikatakan paling elit (pada jamannya) dikota saya. Itupun akhirnya mendapatkan uang saku, berkat bujuk rayu abang saya kepada bapak. Abang saya saat itu emang lumayan getol memperjuangkan hak (anak) mendapatkan uang saku :v. Dengan uang saku sebanyak itu, seingat saya, hanya mampu untuk membeli 1 buah gorengan saja plus permen beberapa buah. Jika ingin mencicipi jajanan lain yang tersedia di kantin sekolah, saya harus bisa membulatkan tekad untuk tidak membelanjakan uang saku pada hari itu agar keesokan harinya saya bisa kembali ke kantin sekolah dengan perasaan jumawa.. hahhahaaa.. Lama kelamaan uang saku saya meningkat meski tak banyak, itupun terkadang kami dapatkan berkat melakukan unjuk rasa ala-ala buruh yang meminta kenaikan upah. ehhhh.. enggak ding, kami mencoba untuk melakukan rasionalisasi tentang kebutuhan dan harga jajanan yang terus meningkat di kantin sekolah. Ihhh.. saya jadi ketawa sendiri kalau membayangkannya, masih unyu-unyu dan kinyis-kinyis ternyata kami sudah punya bakat sebagai demonstran negosiator. Namun sekecil apapun peningkatan uang saku, selalu mendatangkan syukur bagi saya dan abang saya dan perasaan banggapun tak pernah lupa mengiringinya karena kami telah berhasil meyakinkan bapak dan mama untuk menambahkan kesejahteraan bagi kami.
Dengan uang saku yang minim itu, tentunya kami masih harus dibekali makanan ataupun snack yang sudah dipersiapkan mama. Biasanya mama membekali satu kotak bekal makanan untuk saya makan di bis sekolah karena sering saya melewatkan sarapan atau makan siang (waktu itu, sekolah saya punya 3 jam masuk, kelas 1,5 dan 6 masuk pada pagi hari, kelas 2 masuk pukul 11.00 WIB dan kelas 3 dan 4 masuk pukul 12.30 WIB) dan satu kotak bekal snack untuk istirahat pertama. Saat istirahat kedua, biasanya si mbak yang membantu mama dirumah, sudah datang membawa kotak bekal dan air minum lagi. hahahaa.. Kalo dibayang-bayangkan dengan jumlah makanan sebanyak itu, entah apa lagi alasan kami saat itu masih membutuhkan uang saku lagi.
Obrolan mengenai uang saku ini sebenarnya kembali menjadi pertanyaan bagi saya tentang berapa jumlah yang tepat untuk diberikan kepada anak ketika saya dan pacar sedang jalan kaki di pagi hari. Kebetulan kami melewati salah satu SD di sekitar kami tinggal sesaat sebelum anak-anak sekolah masuk. Masih sangat pagi, sudah sangat banyak orang-orang yang berjualan didepan gerbang sekolah dan sudah terlalu banyak bagi saya anak-anak sekolahan yang bergerombol mengintari gerobak-gerobak jualan mbak-mbak dan mas-mas yang berjualan. Apalagi yang menjadi momok bagi saya, yang mungkin nantinya akan menjadi calon ibu, jika bukan masalah kebersihan dan keamanan jajanan tersebut. Belum lagi, saya sempat berfikir tentang apa saja kesibukan orang tua, bukan hanya ibu loh, sehingga tidak bisa menyempatkan diri bahkan hanya untuk membuat sarapan yang layak terlebih sarat akan gizi untuk anaknya? Memberikan uang saku kepada anak, tentu saja dapat memberikan pengaruh yang baik kepada anak. Anak kemudian akan mengetahui tentang konsep uang dan terbiasa untuk dapat memutuskan sendiri bagaimana ia akan menyimpan atau menghabiskan uang yang dimilikinya, sebuah pelajaran akan tanggung jawab yang tentunya dimasa depan yang akan sangat dibutuhkan oleh sang anak. Namun tentu saja, ada sisi negatif yang mengikutinya yang mungkin bisa didapatkan oleh anak seketika itu juga atau dimasa depan. Seperti yang kita tahu dan pastinya bukan berniat untuk mendiskreditkan bakulan jajanan anak bahwa masih banyak jajanan anak disekitar kita yang masih jauh dari sehat. Jajanan anak masih banyak terpapar dari bahan-bahan kimia yang tidak aman apabila dikonsumsi dalam jumlah tidak wajar sebut saja vetsin atau msg yang kadang tidak nanggung-nanggung diberikan sehingga sangat terasa apabila kita mencicipinya, penggunaan pengawet, pewarna dan cake emulsifier yang berlebihan bukan hanya untuk membuat cake namun untuk membuat es krim yang mungkin banyak dijual disekitar kita dan anak. Yang lebih menakutkan tentu saja adalah penggunaan bahan-bahan kimia yang sebenarnya bukan diperuntukan untuk makanan. alamakkkk... merinding disko deh ngebayanginnya..
Berapapun besaran uang saku yang akan kita berikan kepada anak, sebaiknya memang disertai dengan memberikan edukasi kepada anak agar ia mampu membelanjakan uangnya dengan tepat. Dalam arti anak mampu secara bijak membelanjakan uangnya agar tidak besar pasak dari pada tiang dan juga anak dapat memilah-milah jajanan dan hal apa saja yang memang baik bagi tubuhnya sehingga uang yang dikeluarkan olehnya tidak percuma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar